Nasional Jawa Timur Isu Gempa Besar Bikin Panik Warga Majene
Mereka meninggalkan rumah dan menginap di bukit-bukit dengan mendirikan tenda.
Ribuan penduduk Kabupaten Majene Sulawesi Barat, melakukan pengungsian besar-besaran. Mereka meninggalkan rumah dan harta bendanya karena termakan informasi terjadinya gempa besar disusul tsunami di dua Kabupaten di Sulawesi Barat.
Menurut Staf Ahli Bupati Majene, Sufyan Sagena, kendati pemerintah telah berusaha menenangkan warga dan melarang mereka untuk mengungsi, namun imbauan tersebut tetap tidak dihiraukan. “Pengungsian besar-besaran terjadi sejak dua hari lalu. Mereka khawatir jika informasi tersebut betul,” kata Sufyan Sagena dihubungi, Jumat, 26 November 2010.
Ia menambahkan, pengungsian besar-besaran terlihat di sejumlah desa dan kelurahan yang berada di sepanjang pesisir di Kabupaten Majene. Seperti di daerah Pellattoang, Sendana, Pamboang, Tubo, Totoli, dan Rangas. Di daerah Rangas, ratusan warga bahkan berkumpul di lapangan besar dan berkemah sambil membawa peralatan rumah tangga.
“Ada yang berkemah tapi ada juga ke keluarga mereka seperti ke daerah gunung di Kelurahan Tande dan Pellattoang bagian gunung,” ujarnya.
Menurut dia, informasi tentang gempa besar dan tsunami berasal dari pesan singkat (SMS) berantai. Isi SMS tersebut berbunyi “Aceh Tsunami tanggal 26, Merapi meletus tanggal 26, jadi hati-hati gempa tsunami akan terjadi". Ternyata SMS tersebut dengan cepat beredar ke seluruh wilayah Kabupaten Majene. Hal itu kemudian menimbulkan persepsi yang membuat masyarakat panik dan khawatir.
Klarifikasi serupa diakui oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kabupaten Majene, Eby Sofyan. Sejak beredarnya SMS, ia mengaku berkali-kali mengklarifikasi kepada masyarakat, jika kabar tersebut bohong. Tapi tetap saja tidak dipercaya. Puncaknya usai salat Jumat, seluruh masjid-masjid menyampaikan informasi kepada seluruh masyarakat jika kabar tersebut hanya kabar angin.
“Kami berusaha menerangkan, bahwa tsunami itu diawali dengan gempa bumi. Hingga Jumat siang yang bertepatan dengan tanggal 26, tanda-tanda itu tidak ada. Makanya kami mengimbau kepada warga untuk kembali ke rumah mereka malam ini.”
Namun, keterangan tersebut tidak dipercaya begitu saja oleh warga Kabupaten Majene. Amiruddin, warga Barane, Kelurahan Totoli mengatakan, ia dan keluarganya belum berani pulang ke rumahnya pada malam hari. Mereka hanya berani pulang jika hari kembali siang. “Saya akan kembali ke rumah sampai betul-betul aman. Kami mungkin akan tetap tinggal di rumah keluarga dulu,” katanya sat dihubungi lewat telepon dari Makassar.
Hal serupa disampaikan Ashar, penduduk Kampung Baru. Dia menjelaskan, saat ini masih khawatir jika harus pulang ke rumah. Ia akan kembali jika seluruh warga yang tinggal satu kelurahan kembali semua. Apalagi menurut Azhar, gempa dan tsunami itu tidak bisa diprediksi dan bisa datang kapan saja.
Informasi yang dihimpun, Kabupaten Majene memang berpotensi mengalami gempa bumi dan tsunami. Sebab terdapat patahan Saddang yang terletak di perairan Majene. Dalam catatan BMKG, Majene sudah dua kali mengalami gempa bumi besar dan menimbulkan tsunami, yakni pada 1967 dan 1969. Ratusan jiwa korban pada dua gempa besar tersebut.
Namun BMKG Majene memastikan bahwa gempa disusul tsunami itu bisa terjadi jika gempanya di atas 6 skala Richter dan gempa yang dangkal.
Rahmat Zeena l Sulawesi, umi
• VIVAnews